Cerita Prima, Peraih Medali Emas di SEA Games
Suasana haru dan bangga mewarnai pasangan Putu Aryasa dan Nurhayani yang tinggal di Purwanggan, Pakualaman, Kota Yogyakarta.
Kebahagiaan keluarga ini karena putra nomor dua mereka, Prima Wisnu Wardhana berhasil mengharumkan nama bangsa dan negara dengan mempersembahkan medali emas kedua bagi Indonesia di ajang SEA Games 2017 Malaysia dari cabang panahan nomor compound individu putra.
Hasil yang diperoleh oleh Prima Wisnu Wardhana merupakan buah dari kerja keras yang dijalaninya sejak lama.
Prima, panggilan Prima Wisnu Wardhana, bahkan sempat gagal ke SEA Games 2015 di Singapura karena tidak lolos seleksi.
"2015 itu SEA Games di Singapura, tetapi saya tidak berangkat. Sebelum SEA Games itu kan ada seleksi untuk tim inti, dan saya waktu itu tidak lolos," ujar Prima Wisnu Wardhana saat ditemui Kompas.com di rumahnya
Kegagalan saat seleksi tim inti SEA Games 2015 di Singapura menjadi pelecut semangat bagi Prima untuk menjadi lebih baik lagi. Terlebih saat itu dirinya mendapat suntikan motivasi dari salah satu pelatih agar tidak putus asa dan membuktikan diri di ajang PON Jawa Barat.
Remaja yang saat ini menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini lantas berlatih dua kali lipat lebih keras dibandingkan sebelumnya demi bisa meraih cita-citanya ke SEA Games Malaysia, dan akhirnya meraih medali emas.
Setiap hari, kecuali Sabtu, remaja yang waktu kecil menyukai sepak bola ini berjalan kaki dari rumahnya menuju Pura Pakualaman untuk berlatih. Pada hari tidak ada mata kuliah, Prima berlatih dari pukul 09.00 WIB sampai hampir magrib.
Di saat ada jadwal kuliah di UNY, Prima pun mencuri waktu agar bisa berlatih. Setiap ada waktu jeda kuliah atau kuliah siang, ia pun menyempatkan diri menuju lapangan panah di UNY untuk mengasah kemampuannya.
"Saya latihan di Pura Pakualaman sampai magrib, kalau ada jeda kuliah juga latihan di UNY. Sering juga kalau kuliah siang, pagi saya latihan dulu di UNY," urainya.
Setelah gagal dalam seleksi SEA Games di Singapura, berkat kerja keras dan ketekunanya berlatih, Prima meraih posisi pertama di kualifikasi PON 2016 Jawa Barat. Namun ia tersisih di babak eliminasi.
Namun demikian, karena posisinya berada di peringkat atas, Prima dipanggil untuk tim SEA Games Malaysia.
"Saya di kualifikasi nomor 1 tapi eliminasinya kalah, saat beregu di PON Jawa Barat dapat perak. Hasil PON kemarin lalu dibuat tim SEA Games diambil yang peringkat atas," bebernya.
Pesaing lebih berat
Diceritakannya, pada babak final ia bertemu dengan atlet asal Malaysia yang masuk peringkat terpaut jauh dari dirinya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat remaja kelahiran 13 Oktober 1995 ini untuk berjuang habis-habisan meraih medali emas. Ia juga sempat melakukan meditasi untuk menenangkan dirinya sebelum bertanding.
"Kalau peringkat, lawan saya itu 46 atau 47 dunia karena sering ikut kejuaraan, saya di 267. Yang emas pertama kan Mbak Eci (Sri Ranti), pelatih bilang ayo sudah ada yang buka emas, kalau bisa hari ini kamu kawinkan gelar," kata Prima menirukan ucapan pelatih.
Prima mengaku senang dan bangga bisa meraih medali emas dari nomor compound individu putra. Sebab sejak awal, medali emas hanya ditargetkan di nomor beregu.
"Kan memang saya dan Mbak Eci tidak diprioritaskan di perorangan, jadinya mainnya malah tenang dan dapat emas. Senang bisa mempersembahkan yang terbaik untuk bangsa dan negara, membanggakan keluarga," tuturnya.
Menurut Prima, sebelum berangkat ke SEA Games Malaysia, ia sempat memikirkan kondisi sang ibu yang menderita sakit sejak sebelum bulan puasa. Kondisi kesehatan ibunya saat itu drop dan harus dibawa ke rumah sakit.
"Sempat membawa ibu ke rumah sakit, itu tepat sebelum berangkat. Bapak pesan untuk tidak usah memikirkan ibu dulu karena sudah ada keluarga yang menjaga, fokus saja berjuang untuk negara, saya lalu pamit minta doa restu," urainya.
Selain untuk bangsa dan negara, lanjutnya, medali emas ini juga dipersembahkan bagi keluarga, orangtua dan khususnya sang ibu. Sebab apa yang diraihnya adalah berkat doa restu keluarga dan orangtua.
"Cita-cita saya selanjutnya bisa meraih emas di Asean games dan setidaknya bisa naik peringkat 50 besar dunia," harapnya.
Menangis
Ayah Prima Wisnu Wardhana, Putu Aryasa tidak menyangka bahwa putra keduanya akan memilih olahraga panahan. Sebab saat kecil, Prima menyukai sepak bola.
"Waktu kecil itu sukanya sepak bola, enggak menyangka kalau akhirnya jadi atlet panahan. Tapi saya dan istri tidak pernah memaksa, apa yang dipilih tetap kita suport," ujar Putu.
Dijelaskannya, putra keduanya ini memang sudah lama menekuni panahan dan selalu berlatih keras. Ia pun mengaku bangga dengan putranya karena telah mengharumkan bangsa dan negara lewat medali emas SEA Games dari cabang panahan.
"Sebagai orangtua bahagia dan bangga. Prima bisa mengharumkan nama bangsa, negara, orang tua dan keluarga," ujar Arya panggilan sehari-hari Putu Aryasa.
Arya mengaku mengetahui putranya berhasil meraih medali emas dari siaran televisi. Ia dan istrinya serta ibunya meneteskan air mata bahagia dan bangga.
"Uti (nenek Prima) tiba-tiba teriak memanggil saya. Uti mengatakan kalau di televisi ada Prima, saya lihat ternyata juara dapat emas. Saya, istri dan uti sampai menangis," kenangnya.
Terpaksa berbohong
Diceritakannya, sepulang dari pelatnas, putranya sempat terpukul melihat ibunya mengalami sakit tulang kaki kiri hingga tidak bisa berjalan. Sebab, selama ini Prima sangat dekat dengan sang ibu.
"Prima ini kan sangat dekat dengan ibunya, pas pulang pelatnas itu dia terpukul mengetahui ibunya sakit," ucapnya.
Bahkan sebelum Prima berangkat ke SEA Games Malaysia, kondisi kesehatan sang ibu menurun, sehingga harus dilarikan kerumah sakit.
Arya pun mencoba membesarkan hati putranya agar tetap berangkat. Sebab ia tahu putranya ini sangat dekat dengan ibunya, sehingga tidak ingin Prima bimbang untuk berangkat membela bangsa dan negara.
"Saya bilang ke Prima, biar pun mamah sakit, jangan kamu pikirkan karena ada papa yang menjaga. Kamu harus berangkat, fokus berjuang untuk negara dan bangsa," tegasnya.
Selama berada di Malaysia, Prima selalu menjalin komunikasi dengan ayah dan tantenya. Setiap bertanding, remaja kelahiran 13 Oktober 1995 ini tak pernah lupa meminta doa restu.
Melalui sambungan telepon, Prima sering bertanya mengenai perkembangan kondisi ibunya di rumah sakit. Sang ayah terpaksa harus berbohong kepada Prima dengan menyampaikan bahwa kondisi ibunya sudah membaik.
"Saya berbohong ketika Prima tanya kondisi mamanya, sebenarnya saat itu kondisinya belum membaik. Biar Prima fokus berjuang, mamanya ada saya dan keluarga yang menjaga," katanya.
Prima sempat ingin berbicara langsung dengan ibunya. Namun sang ayah terpaksa harus memutus sambungan telepon. Bahkan Arya juga mencabut kartu simdi ponsel istrinya agar tidak bisa ditelepon.
"Sim card-nya saya cabut agar mamanya juga tidak kepikiran soal Prima di SEA Games dan fokus pada kesembuhannya. Mamanya juga dekat dengan Prima. Beberapa hari dirawat, mamanya Prima sudah diperbolehkan pulang dan bisa melihat anaknya meraih medali emas dan menyambut kedatangan di rumah," tuturnya.
Prima pulang ke rumah pada Kamis, 24 Agustus 2017 kemarin. Setibanya di rumah, ia mengalungkan medali emas yang diperolehnya kepada sang ibu yang duduk di kursi roda. Ibunya pun langsung memeluk putranya yang telah membuat bangga orangtua dan keluarga.
"Saat pulang kemarin itu Prima mengalungkan medali Emas yang di peroleh nya ke ibunya, sampai sekarang saya masih berkaca-kaca kalau bercerita tentang ini," katanya.
Arya berharap putranya tidak cepat puas dan terus giat berlatih meningkatkan prestasinya. Sebab, usianya masih muda dan banyak event olahraga yang bisa diikuti untuk terus meraih prestasi tertinggi.
0 comments